- Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.
- Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan.
- Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak.
- Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
- Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
- Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
- Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus.
- Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
- Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa hemin atauhematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.
- Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-kan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
- Hb4 + O2 4 Hb O2
- oksihemoglobin berwarna merah jernih
- Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara.
- Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.
- Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg.
- Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg.
- Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
- Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekananO2 nya 104 mm; menuju ke jantung.
- Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg.
- Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung.
- Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg.
- Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg.
- Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
- Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena.
- Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
- Jika ada 5 liter darah kita , maka 350 ml oksogen terbawa dalam sekali putar OK
- Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 ---- Enzim karbonat anhidrase --- H2CO3
- Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut.
- Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
- Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
- Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O ---- H2CO3 ------ H+ + HCO-3
- Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah.
- Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni.
- Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis
- O2 yang telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru akan ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan
- Dimana O2 dilepaskan untuk digunakan sel.
- Dalam jaringan, O2 bereaksi dengan berbagai bahan makanan, membentuk sejumlah besar CO2, yang masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
TEKANAN O2 DAN CO2 DALAM PARU, DARAH DAN JARINGAN
- Gas dapat bergerak dengan cara difusi, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan. O2 berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru karena PO2 alveoli > PO2 darah paru.
- Lalu di jaringan, PO2 yang tinggi dalam darah kapiler menyebabkan O2 berdifusi ke dalam sel.
- Selanjutnya, O2 dimetabolisme membentuk CO2. PCO2 meningkat, sehingga CO2 berdifusi ke dalam kapiler jaringan.
- Demikian pula, CO2 berdifusi keluar dari darah, masuk ke alveoli karena PCO2 darah kapiler paru lebih besar.
PROTEIN HEME
- Protein heme berfungsi dalam pengikatan dan pengangkutan O2, serta fotosintesis.
- Gugus prostetik heme merupakan senyawa tetrapirol siklik, yang jejaring ekstensifnya terdiri atas ikatan rangkap terkonjugasi, yang menyerap cahaya pada ujung bawah spektrum visibel sehingga membuatnya berwarna merah gelap.
- Senyawa tetrapirol terdiri atas 4 molekul pirol yang dihubungkan dalam cincin planar oleh 4 jembatan metilen-α. Substituen β menentukan bentuk sebagai heme atau senyawa lain.
- Terdapat 1 atom besi fero (Fe2+) pada pusat cincin planar, yang bila teroksidasi, akan menghancurkan aktivitas biologik.
- Mioglobin merupakan rantai polipeptida tunggal (monomerik), BM 17.000, memiliki 153 residu aminoasil.
- Permukaan luarnya bersifat polar dan bagian dalamnya nonpolar.
- Bentuknya sferis, dan ia kaya akan heliks-α, yang strukturnya diberi nama heliks A sampai H.
- Ketika berikatan dengan O2, ikatan antara 1 molekul O2 dengan Fe2+ berada tegak lurus dengan bidang heme.
- Sebenarnya CO membentuk ikatan dengan 1 heme tunggal 25.000x lebih kuat daripada O2, namun histidin distal (His E7) merintangi pengikatan CO tegak lurus, sehingga kekuatan ikatannya menjadi 200x lebih besar daripada O2.
- Mioglobin otot merah menyimpan O2, yang dalam keadaan kekurangan akan dilepas ke mitokondria otot untuk sintesis ATP.
HEMOGLOBIN
Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit, yang
berfungsi untuk:
- mengikat dan membawa O2 dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
- mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru
- memberi warna merah pada darah
- mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap
monomernya terikat pada gugus prostetik heme, dengan BM 64.450 Dalton.
Tetramernya terdiri dari 2 subunit, yaitu α dan β.
PENGANGKUTAN O2
O2 yang diangkut darah terdapat dalam 2 bentuk
- O2 yang terlarut
- O2 yang terikat secara kimia dengan Hb.
- Jumlah O2 terlarut plasma darah berbanding lurus dengan tekanan parsialnya dalam darah.
- Pada keadaan normal, jumlah O2 terlarut sangat sedikit, karena kelarutannya dalam cairan tubuh sangat rendah.
- Pada PO2 darah 100mmHg, hanya + 3 mL O2 yang terlarut dalam 1 L darah.
- Dengan demikian, pada keadaan istirahat, jumlah O2 terlarut yang diangkut hanya + 15 mL/menit.
- Karena itu, transpor O2 yang lebih berperan adalah dalam bentuk ikatan dengan Hb.
Hb dapat mengikat 4 atom O2 per tetramer (1 @ subunit
heme), atom O2 terikat pada atom Fe2+, pada ikatan koordinasi ke-5 heme. Hb
yang terikat pada O2 disebut oksihemoglobin (HbO2) dan yang sudah melepaskan O2
disebut deoksihemoglobin. Hb dapat mengikat CO menjadi
karbonmonoksidahemoglobin (HbCO), yang ikatannya 200x lebih besar daripada
dengan O2. Dalam keadaan lain, Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ membentuk
methemoglobin (MetHb).
Yang menyebabkan O2 terikat pada Hb adalah jika sudah
terdapat molekul O2 lain pada tetramer yang sama. Jika O2 sudah ada, pengikatan
O¬2 berikutnya akan lebih mudah. Sifat ini disebut ‘kinetika pengikatan
komparatif’, yaitu sifat yang memungkinkan Hb mengikat O2 dalam jumlah maksimal
pada organ respirasi dan memberikan O2 secara maksimal pada PO2 jaringan
perifer. Pengikatan O2 disertai putusnya ikatan garam antar residu terminal
karboksil pada keseluruhan 4 subunit. Pengikatan O2 berikutnya dipermudah
karena jumlah ikatan garam yang putus menjadi lebih sedikit. Perubahan ini
mempengaruhi struktur sekunder, tersier dan kuartener Hb, sehingga afinitas
heme terhadap O2 meningkat. Setiap atom Fe mampu mengikat 1 molekul O2 sehingga
tiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2. Hb dikatakan tersaturasi penuh
dengan O2 bila seluruh Hb dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan O2.
Kejenuhan Hb oleh O2 sebanyak 75% bukan berarti 3/4 bagian dari jumlah molekul
Hb teroksigenasi 100%, melainkan rata-rata 3 dari 4 atom Fe dalam setiap
molekul Hb berikatan dengan O2.
Faktor terpenting untuk menentukan % saturasi HbO2 adalah
PO2 darah. Menurut hukum kekekalan massa, bila konsentrasi substansi pada
reaksi reversibel rneningkat, reaksi akan berjalan ke arah berlawanan. Bila
diterapkan di reaksi reversibel Hb& O2, maka peningkatan PO2 darah akan
mendorong reaksi kekanan, sehingga pembentukan HbO2 (% saturasi HbO2)
meningkat. Sebaliknya penurunan PO2, menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, O2
dilepaskan Hb, sehingga dapat diambil jaringan.
PENGANGKUTAN CO2
CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi
ke dalam darah dan diangkut dalam 3 bentuk, yaitu:
• CO2 terlarut Daya larut CO2 dalam darah > O2,
namun pada PCO2 normal, hanya +10% yang ditranspor berbentuk terlarut.
• Ikatan dengan Hb dan protein plasma
+30% CO2 berikatan dengan bagian globin dari Hb,
membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin). Deoksihemoglobin memiliki afinitas lebih
besar terhadap CO2 dibandingkan O2. Pelepasan O2 di kapiler jaringan
meningkatkan kemampuan pengikatan Hb dengan CO2. Sejumlah kecil CO2 juga
berikatan dengan protein plasma (ikatan karbamino), namun jumlahnya dapat
diabaikan. Kedua ikatan ini merupakan reaksi longgar dan reversibel.
• Ion HCO3 60-70% total CO2. Ion HCO3 terbentuk dalam
eritrosit melalui reaksi: CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan
mengangkutnya dari paru untuk dihembuskan keluar. CO2 bereaksi dengan gugus
α-amino terminal hemoglobin, membentuk karbamat dan melepas proton yang turut
menimbulkan efek Bohr. Konversi ini mendorong pembentukan jembatan garam antara
rantai α dan β, sebagai ciri khas status deoksi. Pada paru, oksigenasi Hb
disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.
Dengan terserapnya CO2 ke dalam darah, enzim karbonik
anhidrase dalam eritrosit akan mengkatalisis pembentukan asam karbonat, yang
langsung berdisosiasi menjadi bikarbonat dan proton. Membran eritrosit relatif
permeabel bagi ion HCO3, namun tidak untuk ion H. Akibatnya, ion HCO3 berdifusi
keluar eritrosit mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai difusi ion H.
Untuk mempertahankan pH tetap netral, keluarnya ion HCO3 diimbangi dengan
masuknya ion Cl ke dalam sel, yang dikenal sebagai ‘chloride shift’. Ion H di
dalam eritrosit akan berikatan dengan Hb. Karena afinitas deoksihemoglobin
terhadap ion H > O2, sehingga walaupun jumlah ion H dalam darah meningkat,
pH relatif tetap karena ion H berikatan dengan Hb. Fenomena pembebasan O2 dari
Hb yang meningkatkan kemampuan Hb mengikat CO2 dan ion H dikenal sebagai efek
Haldene.
Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu
seiring terikatnya Hb dan O2, proton dilepas dan bergabung dengan bikarbonat,
sehingga terbentuk asam karbonat. Dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam
karbonat membentuk gas CO2 yang dihembuskan keluar. Jadi, pengikatan O2 memaksa
ekspirasi CO2. Fenomena ini dinamakan efek Bohr.
KURVA SATURASI / DISOSIASI
Kurva saturasi melukiskan pengambilan dan pelepasan O2.
Kurva untuk mioglobin bersifat hiperbolik, sedangkan kurva untuk hemoglobin
berbentuk sigmoid.
Kurva disosiasi HbO2
Hubungan kejenuhan HbO2 dengan PO2 darah tidak berbentuk
linier, melainkan sigmoid (kurva disosiasi). Proses pengikatan O2 oleh Hb
terjadi dalam 4 tahap, tiap tahap melibatkan 1 atom Fe berbeda. Ikatan O2
dengan 1 atom Fe akan memfasilitasi reaksi pengikatan O2 - Fe berikutnya,
akibatnya afinitas Hb untuk O2 makin meningkat. Tahap reaksi pengikatannya sbb:
Hb4 + O2 Hb4O2
Hb4O2 + O2 Hb4(O2)2
Hb4(O2)2 + O2 Hb4(O2)3
Hb4(O2)3 + O2 Hb4(O2)4
Afinitas tertinggi terdapat pada reaksi ke-4. Bentuk kurva
disosiasi yang mendatar pada PO2 yang tinggi disebabkan afinitas yang sangat
meningkat pada reaksi ke-4. Bagian kurva yang datar sesuai untuk kisaran PO2
antara 60-100 mmHg. Pada kisaran tersebut, peningkatan/penurunan PO2 darah
hampir tidak mempengaruhi kejenuhan HbO2. Sebaliknya, pada kisaran 0-60 mmHg,
perubahan kecil pada PO2 akan memberi dampak cukup besar terhadap kemampuan Hb
mengikat O2. Bagian kurva yang datar maupun yang curam memiliki makna fisiologi
yang penting.
Darah yang meninggalkan paru mempunyai PO2 +97rnmHg. Dan
pada kurva disosiasi HbO2 tampak bahwa kejenuhan HbO2 mencapai 97,5% (hampir
tersaturasi penuh). Bila terjadi penurunan PO2 sebesar 40% (PO2= 60 mmHg),
kadar O2 terlarut dalam darah juga turun 40%. Namun kemampuan Hb mengikat O2
masih +90%, sehingga kandungan O2 total darah masih cukup tinggi. Sebaliknya,
bila PO2 darah meningkat menjadi 760 mmHg (bernapas dengan O2 murni), kejenuhan
Hb dengan O2 dapat mencapai 100%. Dengan demikian, pada kisaran 60-760 mmHg,
perubahan jumlah O2 yang diangkut Hb +10%.
Bagian curam kurva disosiasi HbO2 terletak pada kisaran
PO2 antara 0-60 mmHg, sesuai keadaan di kapiler pembuluh sistemik (keseimbangan
PO2 dengan cairan jaringan +40 mmHg). Pada tekanan ini, kemampuan Hb mengikat
O2 +75%. Dengan demikian, sekitar 22,5% HbO2 akan terurai menjadi
deoksihemoglobin dan O2. O2 yang dibebaskan ini akan diambil jaringan untuk
kebutuhan metabolismenya. Bila metabolisme jaringan meningkat, PO2 turun dan
saturasi HbO2 +30%, berarti sekitar 45% HbO2 akan terurai lagi. Dengan
demikian, pada kisaran PO2 < 60 mmHg, penurunan PO2 sedikit saja dapat
membebaskan sejumlah besar O2 untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
yang meningkat. Kurva disosiasi HbO2 standar berlaku pada suhu dan pH tubuh
normal (suhu 37°C dan pH 7,4). Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi beberapa
faktor yang dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi, yaitu: a. pH dan PCO2
penurunan pH/peningkatan PCO2 darah menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2
ke kanan. Artinya pada PO2 yang sama, lebih banyak O2 yang dibebaskan (afinitas
Hb terhadap O2 menurun). Kedaan ini berlangsung di kapiler pembuluh sistemik.
Difusi CO2 dari jaringan ke darah akan meningkatkan keasaman darah di kapiler
sistemik, sehingga jumlah O2 yang dibebaskan dari Hb lebih besar daripada bila
penurunan % saturasi HbO2 hanya disebabkan berkurangnya PO2 darah kapiler saja.
Pengaruh peningkatan CO2 atau keasaman terhadap peningkatan pelepasan O2
dikenal sebagai efek BOHR. CO2 & ion H mampu membentuk ikatan reversibel
dengan Hb, sehingga menurunkan afinitasnya terhadap O2. Peningkatan
pH/penurunan PCO2 darah menyebabkan kurva disosiasi bergeser ke kiri. Hal ini
terjadi di kapiler paru, dimana sejumlah besar CO2 berdifusi ke dalam alveol.
Afinitas Hb terhadap O2 meningkat, sehingga lebih banyak O2 yang diikat Hb
untuk PO2 yang sama. b. Suhu Efek peningkatan suhu serupa dengan efek
peningkatan keasaman; kurva bergeser ke kanan. Kerja otot atau peningkatan
metabolisme sel menghasilkan panas, sehingga memperbesar pelepasan O2 dari Hb
untuk memenuhi kebutuhan jaringan. c. 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG) 2,3-BPG
terdapat dalam eritrosit, dibentuk dalam metabolismenya. 1 molekul 2,3-BPG
terikat per tetramer Hb di dalam rongga tengah yang dibentuk keempat subunit.
Rongga tengah ini cukup untuk BPG, hanya bila molekul Hb berbentuk
T/deoksigenasi. Zat ini membentuk ikatan garam dengan subunit β sehingga
menstabilkan deoksihemoglobin, dan dapat menurunkan afinitas Hb terhadap O2.
Peningkatan 2,3-BPG menggeser kurva disosiasi HbO2. Akibatnya kadar 2,3-BPG
meningkat bertahap bila saturasi HbO2 rendah untuk jangka waktu lama. Perubahan
fisiologi yang menyertai pemajanan berkepanjangan terhadap ketinggian mencakup
peningkatan jumlah eritrosit, konsentrasi Hb dan konsentrasi 2,3-BPG.
Peningkatan konsentrasi 2,3-BPG menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2
(menurunkan P50¬¬ / tekanan parsial O2 yang menjadikan Hb separuh tersaturasi),
sehingga meningkatkan kemampuan Hb untuk melepas O2 di jaringan. Kurva
disosiasi CO2 Kandungan CO2 total dalarn darah adalah jumlah ketiga bentuk CO2
yang telah diuraikan sebelumnya, yang nilainya bergantung pada besar PCO2.
Hubungan antara konsentrasi CO2 dan PCO2 dinyatakan sebagai kurva disosiasi
CO2. Kurva tersebut juga dipengaruhi oleh pH darah, sehingga letak kurva ini
pada darah arteri (darah teroksigenasi) lebih ke kanan dibandingkan dalam darah
vena (darah terdeoksigenasi). Hal ini disebabkan karena HbO2 bersifat lebih
asam daripada deoksihemoglobin. Maka di dalam darah kapiler sistemik, dimana
kandungan HbO2 lebih rendah, kemampuan pengangkutan CO2 untuk PCO2 yang sama
akan meningkat. Perbedaan utama kurva disosiasi CO2 dan HbO2 adalah tidak
terbatasnya kemampuan pengikatan CO2 oleh darah. Makin tinggi PCO2, makin
banyak jumlah pembentukan ion bikarbonat. Oleh sebab itu, kandungan CO2 dalam
darah tidak dinyatakan dalam % saturasi, melainkan dalarn mL C02 / mL darah
(mmol/L). PENGATURAN IMBANGAN ASAM-BASA DARAH Menurut definisi Bronsted, asam
adalah substansi yang di dalam larutan akan melepaskan ion H (donor proton),
sedangkan basa adalah substansi yang mampu mengikat ion H (akseptor proton). pH
darah arteri normal rata-rata adalah 7,4. Walaupun saat metabolisme sel, selalu
terbentuk produk asam yang akan dilepaskan ke dalam darah, pH tubuh selalu
dipertahankan normal. Hal ini penting, kerena semua enzim yang terlibat dalam
aktivitas metabolisme dalam tubuh bergantung pada pH. Faktor-faktor yang
herperan dalam mempertahankan pH darah yang konstan adalah buffer dalam darah,
pertukaran gas dalam paru dan mekanisme ekskresi oleh ginjal. Beberapa buffer
dalam darah antara lain ion bikarbonat, fosfat inorganik (H2PO4), dan proteinat
(protein plasma yang menjadi buffer, termasuk albumin dan Hb).
thanks
BalasHapus